Minggu, 06 Februari 2011

Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku


Ada sebuah pesan menarik dari seorang ulama salaf, tu'rafuna fi ahlis-sama' wa tukhfuna fi ahlil ardhi. Berusahalah agar kalian lebih dikenal oleh para penghuni langit, walau tak seorang penduduk bumi yg mengenal kalian. Rasulullah saw menyebut tipe manusia seperti ini dgn sebutan Al Akhfiya; manusia2 tersembunyi. Beliau juga mengatakan Allah Azza wa Jalla sangat mencintai manusia tipe ini. Mereka tdk pernah peduli apa kata manusia tentang mereka, sebab bagi mereka yg penting adalah apa kata Allah tentang mereka. Itulah sebabnya, mereka tdk pernah mengalami kegilaan akan kemasyuhran.



Dan ini adalah kisah salah satu dari mereka. Ia hidup di masa tabi'in. Namun hingga hari ini tak satu buku sejarahpun yg dapt menyingkap identitas pria ini. Satu2nya informasi tentangnya hanyalah bahwa ia seorang berkulit hitam dan bekerja sbg tukang sepatu! Shahibul hikayat adalah seoarng tabi'in bernama Muhammad ibn al-Munkadir rahimahullah. malam itu sudah terlalu malam dan gelap. Namun walaupun malam, udara terasa lebih panas dari biasanya. Tidak aneh memang, sebab hari2 itu adalah hari2 kemarau panjang dikota itu. Sudah satu tahun ini kota Madinah tdk pernah mendapat curahan air dari langit. Entah telah beberapa kali penduduk kota itu berkumpul utk melakukan sholat istisqa' demi meminta hujan. Namun hingga malam itu, tak setetes hujanpun yg turun menemui mereka.



Dan malam itu, seperti biasanya bila sepertiga akhir malam menjelang, Muhammad ibn al-Munkadir meninggalkan rumahnya dan bergegas menuju Masjid Rasulullah saw. Usai mengerjakan sholatnya malam itu, ibn al-Munkadir bersandar kesalah satu tiang masjid. Tiba2 ia melihat sebuah sosok bergerak tdk jauh dari tempatnya bersandar. Ia mencoba utk mengetahui siapa sosok itu. Agak sulit sebab malam sudah begitu gelap. Dgn agak susah payah ia melihat seorang pria berkulit hitam agak kecoklatan. Tapi ia sama sekali tdk mengenalnya. Pria itu membentangkan sebuah kain dilantai masjid itu dan pria itu sepertinya benar2 merasa hanya ia sendiri dalam masjid. Ia tdk menyadari kehadiran Ibn al-Munkadir tdk jauh dari tempatnya berdiri.



Ia berdiri mengerjakan sholat dua raka'at. Usai itu, ia duduk bersimpuh. begitu khusyu' ia bermunajat. Dalam munajat itu, ia mengatakan, "duhai Tuhanku, penduduk negeri Haram-Mu ini telah bermunajat dan memohon hujan pada-Mu namun Engkau tdk kunjung mengaruniakannya pada mereka. Duhai Tuhanku, sungguh aku mohon pada-Mu curahkanlah hujan itu utk mereka"



Ibn al-Munkadir yg mendengar munajat itu agak sedikit mencibir. "Dia pikir dirinya siapa mengatakan seperti itu,"gumamnya dalam hati."orang2 shaleh seantero Madinah telah keluar utk meminta hujan, namun tak kunjung dikabulkan...lalu tiba-tiba, orang ini berdoa pula....gumamnya.



Namun sungguh diluar dugaan, belum lagi pria hitam itu menurunkan kedua tangannya, tiba2 saja suara guntur bergemuruh dari langit. Tetesan2 air hujan menetes kebumi. Sudah lama tdk begitu. Tak terkira betapa gembiranya pria itu. Segala pujian dan sanjungan ia ucapkan kpd Allah Ta'ala. Namun tdk lama kemudian ia berkata dgn penuh ketawadhu'an, "Duhai Tuhanku, siapakah aku ini? Siapakah gerangan aku ini hingga Engkau berkenan mengabulkan doaku?"



Ibn al-Munkadir hanya tertegun ditempatnya memandang pria itu. Tak lama sesudah itu, pria tsb bangkit kembali dan melanjutkan raka'at-raka'atnya. Hingga ketika saat subuh menjelang, sebelum kaum muslimin lainnya berdatangan, ia segera menyelesaikan witirnya. Ketika sholat subuh ditegakkan, ia masuk kedalam shaf seolah2 ia baru saja sampai dimasjid itu. Usai mengerjakan sholat subuh, pria itu bergegas keluar meninggalkan masjid Rasulullah saw. Jalan-jalan kota Madinah subuh itu digenangi air. Pria itu berjalan cepat sambil mengankat kain bajunya. Menghilang.

Ibn al-Munkadir yg berusaha mengikutinya kehilangan jejak. Ia benar2 tdk tahu kemana pria hitam itu pergi.



Malam kembali merangkak semakin jauh. Malam ini, Muhammad ibn al-Munkadir kembali mendatangi Masjid Nabawi. Dan seperti malam kemarin, ia kembali melihat pria hitam itu. Persis seperti kemaren, Ia mengerjakan sholat malamnya hingga subuh menjelang. Dan ketika sholat ditegakkan, ia masuk kedalam shaf seperti orang yg baru saja tiba dimasjid itu. Ketika sang Imam mengucapkan salam, pria itu tdk menungu lama. Persis seperti kemarin, ia bergegas meninggalkan masjid itu. Dan Ibn al-Munkadir mengikutinya dari belakang. Ia ingin tahu siapa sebenarnya pria itu. Pria itu menuju kesebuah lorong dan setibanya disebuah rumah ia masuk kedalamnya."Hmm, rupanya disitu pria ini tinggal, baiklah sebentar aku akan mengunjunginya".



Matahari telah naik sepenggalan. Usai menyelesaikan sholat Dhuhanya, Ibn al-Munkadir pun bergegas mendatangi rumah pria itu. Ternyata ia sedang sibuk mengerjakan sebuah sepatu. Begitu ia melihat Ibn al-Munkadir, ia segera mengenalinya. "Marhaban wahai Abu 'Abdullah-begitulah Ibn al-Munkadir dipanggil-! Adakah yg bisa kubantu? Mungkin engkau ingin memesan sebuah alas kaki?" Ujar pria itu menyambut kedatangan Ibn al-Munkadir.



Namun Ibn al-Munkadir justru menanyakan hal yg lain "Bukankah engkau yg bersamaku di masjid kemarin malam itu?" Dan tanpa diduga, wajah pria itu tampak sangat marah. Dgn nada suara yg tinggi ia berkata, "Apa urusanmu dgn itu semua, wahai Ibn al-Munkadir??!"

"Tampaknya ia sangat marah. Aku harus segera pergi dari sini,"ujar Ibn al-Munkadir dalam hati. ia pun segera pamit meninggalkan rumah tukang sepatu itu.



Inilah malam ketiga sejak peristiwa itu. Seprti malam2 sebelumnya, malam itu Ibn al-Munkadir berjalan menuju masjid Rasulullah saw. satu hal yg agak berbeda malam itu. Dihatinya ada harapan yg kuat utk melihat pria tukang sepatu itu. setibanya dimasjid dan mengerjakan sholat seprti biasanya, ia bersandar sambil berharap pria itu kembali terlihat didepan matanya.



Namun malam semakin malam, pria yg ditunggu2 tdk kunjung kelihatan. Ibn al-Munkadir tersadar. Ia telah melakukan kesalahan. "Inna lillah ! Apakah yg telah aku lakukan??" itulah gumamnya saat menyadari kesalahan itu.



Dan usai sholat subuh, ia segera meninggalkan masjid itu dan mendatangi rumah sang tukang sepatu. Namun, yg ditemukan hanyalah pintu rumah yg terbuka dan tdk ada lagi pria itu. Penghuni rumah itu berkata, "wahai Abu 'Abdullah! apa yg terjadi antara engkau dgn dia?"

"Apa yg terjadi?" Tanya Ibn al-Munkadir

"Ketika engkau keluar dari sini kemarin itu, ia segera mengumpulkan semua barangnya hingga tak satupun yg tersisa. Lalu ia pergi dan kami tdk tahu kemana ia pergi hingga kini," jelas penghuni rumah itu.



Dan sejak hari itu, Ibn al-Munkadir mengelilingi semua rumah yg ia ketahui dikota Madinah. Namun sia-sia belaka. Pencariannya tdk pernah membuahkan hasil. Dan hingga kini di abad ini. Kita pun tdk pernah tahu siapa pria tukang sepatu itu. Jejak-jejaknya yg terhapus oleh hembusan angin sejarah seolah bergumam, "Biarlah, hanya Allah yg mengenalku....."



Sumber: Kerinduan Seorang Mujahid, Abul Miqdad al-Madany (hal-103-108)
http://www.facebook.com/home.php#!/notes/nina-bobo/biarlah-hanya-allah-yang-mengenalku/159278450786411