Sabtu, 31 Oktober 2009

ooh....negeriku!!!!


Alhamdilillaahi wasshalaatu wassalaamu 'alaa Rasuulillaah.

Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua yang dilaksanakan dan ditetapkan. Sebagaimana juga Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua syari'at dan semua yang diperintahkan.

Allah menciptakan tanda-tanda apa saja yang dikehendakiNya, dan menetapkannya untuk menakut-nakuti hambaNya. Mengingatkan terhadap kewajiban mereka, yang merupakan hak Allah ‘Azza wa Jalla. Mengingatkan mereka dari perbuatan syirik dan melanggar perintah serta melakukan yang dilarang.

Sebagaimana firman Allah.
“Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti” (Al-Israa : 59)

Dan FirmanNya “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu benar. Dan apakah Rabb-mu tidak cukup (bagi kamu), bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu” (Fushilat : 53)

Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman. “Katakanlah (Wahai Muhammad) : “Dia (Allah) Maha Berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian, atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan), dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebahagian yang lain” (Al-An'am : 65)
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Shahih-nya dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia (Jabir) berkata : “Sifat firman Allah Azza wa Jalla “Qul huwal al-qaadiru 'alaa an yab'atsa 'alaikum 'adzaaban min fawuqikum” turun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : “Aku berlindung dengan wajahMu”, lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan (membaca) “Awu min tajti arjulikum”, Rasulullah berdo'a lagi, “Aku berlindung dengan wajahMu”.
Diriwayatkan oleh Abu Syaikh Al-Ashbahani dari Mujahid tentang tafsir ayat ini: “Qul huwal al-qaadiru 'alaa an yab'atsa 'alaikum 'adzaaban min fawuqikum”. Beliau mengatakan, yaitu halilintar, hujan batu dan angin topan. “Awu min tajti arjulikum”, gempa dan tanah longsor.

Jelaslah, bahwa musibah-musibah yang terjadi pada masa-masa ini di beberapa tempat termasuk ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan yang digunakan untuk menakut-nakuti para hambaNya. Semua yang terjadi di alam ini, (yakni) berupa gempa, longsor, banjir dan peristiwa lain yang menimbulkan bahaya bagi para hamba serta menimbulkan berbagai macam penderitaan, disebabkan oleh perbuatan syirik dan maksiat.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema'afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Asy-Syuura : 30)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri” (An-Nisaa : 79)

Tentang umat-umat terdahulu, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri” (Al-Ankabut : 40)

Maka wajib bagi setiap kaum Muslimin yang mukallaf dan yang lainnya, agar bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, konsisten diatas diin (agama)Nya, serta waspada terhadap semua yang dilarang, yaitu berupa perbuatan syirik dan maksiat. Sehingga, mereka selamat dari seluruh bahaya di dunia dan akhirat, serta Allah menolak semua adzab dari mereka, dan menganugrahkan kepada mereka segala jenis kebaikan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Al-A'raaf : 96)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi” (Al-A'raaf : 97-99)

Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: ”Pada sebagian waktu, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan ijin kepada bumi untuk bernafas, lalu terjadilah gempa yang dahsyat. Dari peristiwa itu, lalu timbul rasa takut pada diri hamba-hamba Allah, taubat dan berhenti dari perbuatan maksiat, tunduk kepada Allah dan penyesalan. Sebagaimana perkataan ulama Salaf, pasca gempa. ”Sesungguhnya Rabb kalian mencela kalian”, Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, pasca gemba di Madinah menyampaikan khutbah dan nasihat; beliau Radhiyallahu 'anhu mengatakan, ”Jika terjadi gempa lagi, saya tidak akan mengijinkan kalian tinggal di Madinah”.

Atsar-atsar dari Salaf tentang hal ini sangat banyak. Maka saat terjadi gempa atau peristiwa lain, seperti gerhana, angin ribut atau banjir, wajib segera bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, merendahkan diri kepadaNya dan memohon ‘afiyah kepadaNya, memperbanyak dzikir dan istighfar. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana. ”Jika kalian melihat hal itu, maka segeralah berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, berdo'a dan beristighfar kepadaNya”
Disunnahkan juga menyayangi fakir miskin dan bershadaqah kepada mereka. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ”Kasihanilah, niscaya kalian akan dikasihani”

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. ”Orang yang menebar kasih sayang akan disayang oleh Dzat Yang Maha Penyayang. Kasihinilah yang di muka bumi, kalian pasti akan dikasihani oleh (Allah) yang di atas langit”
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Orang yang tidak memiliki kasih sayang, pasti tidak akan disayang”

Diriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah, bahwa saat terjadi gempa, dia menulis surat kepada pemerintah daerah agar bershadaqah.
Diantara faktor terselamatkan dari segala keburukan, yaitu pemerintah segera memegang kendali rakyat dan mengharuskan agar konsisten dengan al-haq, menerapkan hukum Allah ‘Azza wa Jalla, di tengah-tengah mereka, memerintahkan kepada yang ma'ruf serta mencegah kemungkaran.

Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla, ”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijakasana” (At-Taubah : 71)

Allah berfirman, ”Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan” (Al-Hajj : 40-41)

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman.
”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (Ath-Thalaaq : 2-3)
Ayat-ayat tentang ini sangat banyak.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa menolong saudaranya, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan menolongnya” (Muttafaq 'Alaih)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membebaskan satu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan melepaskannya dari satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan akhirat. Barangsiapa memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkan dia di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah Azza wa Jalla akan selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya)
Hadits-hadits yang semakna ini banyak.

Hanya kepada Allah kita memohon agar memperbaiki kondisi kaum Muslimin, memberikan pemahaman agama dan menganugrahkan kekuatan untuk istiqomah, segera bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari semua perbuatan dosa. Semoga Allah memperbaiki kondisi para penguasa kaum Muslimin, semoga Allah menolong al-haq melalui mereka serta menghinakan kebathilan, membimbing mereka untuk menerapkan syari'at Allah ‘Azza wa Jalla atas para hamba. Dan semoga Allah melindungi mereka dan seluruh kaum Muslimin dari fitnah dan jebakan setan yang menyesatkan. Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa untuk hal itu. (Buletin Nasional al Balagh Edisi Perdana, Oktober 2009)

(Disarikan dari tulisan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam Majmu Fatawa wa Maqaalaat Mutanawwi'ah IX/148-152, Judul disesuaikan oleh Redaksi)

Dari Grup ORMAS ISLAM (Wahdah Islamiyyah)

Senin, 26 Oktober 2009

ALLAH MAHA TAHU YG TERBAIK UTK KITA



Wahdah Bandung 23 Oktober jam 10:33 Balas
Seorang ibu penjual tempe pernah merasa Allah tidak mendengar doanya, karena tempe buatannya masih belum jadi. Bukan sekali dua kali dia bikin tempe.
Padahal dia harus menjual tempe untuk menafkahi hidupnya.

Di Karangayu, sebuahdesa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibu penjual tempe.
Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup.
Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. "Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. .."
demikian dia selalu memaknai hidupnya.

Suatu pagi, setelah shalat Shubuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe, dia
berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atasmeja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh.Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang kedelai, sebagian
berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian.
Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membeli kacang kedelai, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah,
pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini.
Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe. Hanya kepada-Mu
kuserahkan nasibku..." Dalam hati, dia yakin, Allah akan
mengabulkan doanya.

Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe. Dia rasakan hangat yang
menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung.
Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan... dia kecewa. Tempe itu
masih belum juga berubah. Kacang kedelainya belum semua menyatu olehkapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Diayakin, Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itu
pasti akan jadi.

Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambaNya yang setia beribadah seperti dia.
Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang,dia berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku
lakukan selain berjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah.Bantulah aku, kabulkan doaku..."

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe.
Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan... belum jadi.
Kacang kedelai itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang kedelai
tersebut. "Pertolongan Allah akan datang... pasti," yakinnya.

Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, takdir Allah tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.

Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu.
"Pasti sekarang telah jadi tempe!" batinnya. Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan... dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti
ketika pertama kali dia buka di dapur tadi.

Kecewa, airmata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe
ini tidak jadi? Kenapa Allah menakdirkan hal ini? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk.

Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar... merasa sendirian. Apakah Allah telah meninggalkan aku?, batinnya.

Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan... esok dia pun tak
akan dapat makan. Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan "teman-temannya" sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit,
karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat...

Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah,
seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya.
"Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya?"

Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab
pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. "Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi,
jangan jadikan tempe..." Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. "jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe..."

"Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?" tanya perempuan itu lagi.

Kepanikan melandanya lagi. "Ya
Lathief... bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan
jadikan tempe ya?" ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih
sama. Belum jadi! "Alhamdulillah!" pekiknya, tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli.

Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. "Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?"

"Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Shalahuddin, yang kuliah S2 di Australia
ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Oh ya, jadi
semuanya berapa, Bu?" ALLAH MAHA TAHU YG TERBAIK UTK KITA

--------------------------------------------------------------------------------

Dalam kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa, dan
"memaksakan" Allah memberikan apa yang menurut kita paling
cocok untuk kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa
diabaikan, merasa kecewa. Padahal, Allah paling tahu apa yang paling
cocok untuk kita. Bahwa semua rencanaNya adalah SEMPURNA.

Sabtu, 22 Agustus 2009

perjalanan menuju hidayah islam 3


Jutaan karya ulama masih terabaikan. Padahal, itu sumbangan penting menuju kembalinya kejayaan Islam. Anehnya lagi, malah tersimpan di perpustakan Barat. Bagaimana bisa terjadi? [Ketiga-Habis]

Kita Tak Peduli, Mereka Memburunya

Hidayatullah.com–Ketika umat Islam tak peduli manuskrip, para orientalis dan ilmuwan Barat malah memburunya. Dan nyatanya, mereka memetik manfaat yang besar dari karya para ulama itu.

Para ilmuwan Rusia misalnya, mereka serius mengkaji manuskrip para ulama yang berhubungan dengan ilmu astronomi, yang disimpan di Perpustakaan Petersburg.

Salah satu manuskrip yang mereka kaji adalah al Madhal ila Shina’ah Ahkam an Nujum, karya Kusyar bin Lubban, salah satu ulama Persia. Kitab ini? ditulis pada tahun 1130 Masehi.

Perpustakaan Petersburg, memang? menjadi pusat rujukan banyak orientalis. Mereka dengan bergairah mengkaji karya-karya ulama yang tersimpan di situ,? terlepas tujuan mereka mengkaji. Mestinya, umat Islam sebagai penerus ilmu para ulama, lebih giat dari mereka.

Tidak hanya mengkaji dan mengambil pengetahuan, lebih dari itu,? mereka bisa menikmati karya-karya ulama tersebut. Simak perkataan Dr. Olga Frolova, seorang profesor dalam bidang kajian Islam dan kebudayaan Arab.? “Karena saya tidak menikah dan tidak memiliki keluarga, maka hidup saya tidak bisa lepas dari manuskrip. Saya merasa seperti bercakap-cakap dengan para ulama yang hidup pada zaman dahulu. Saya seperti mendengar langsung perkataan ganerasi lampau itu. Ini kenikmatan yang saya rasakan dan mungkin ini kesuksesan bagi saya, karena saya bisa berkomunikasi dengan para cendekiawan yang hidup di masa lalu.”

Mereka juga amat menyadari posisi penting manuskrip, hingga tidak melepaskan begitu saja, apalagi dikembalikan kepada umat Islam. Dr Mikhail Abiyatrovsky, Ketua Institute of Orientalism Rusia mengatakan, “Saya yakin, keberadaan manuskrip Arab di perpustakaan- perpustakaan Rusia amat penting, karena Barat perlu memahami pentingnya peradaban Arab.? Karena itu, harus ada sekelompok orang yang mengkaji manuskrip hingga semua bisa mengetahui secara sempurna peradaban Arab. Dan hanya dengan mansukrip, kita memperoleh informasi yang valid, karena benda itu adalah rujukan awal. Dengan begitu, dialog antar peradaban bisa tercipta. Inilah salah satu tujuan studi orientalisme.”

Para orientalis juga amat gigih dalam “menjaga” manuskrip Islam. Dr Mikhail menyeru kepada semua pakar agar memperhatikan kelestarian manuskrip, termasuk para pakar kimia. Mereka bisa memberi sumbangan tentang cara menjaga manuskrip agar tetap lestari.

Orientalis asal Rusia ini juga mengatakan, banyak pihak memiliki perhatian khusus terhadap manuskrip, tapi mereka gagal menjaga manuskrip dari kerusakan, pencurian dan jangkauan tangan-tangan mafia. Bagaimana ribuan manuskrip Islam itu bisa pindah ke tangan Rusia? Sayangnya, Mikhail tidak menjelaskan.

Walau para orientalis itu akrab dengan manuskrip, belum tentu mereka jujur dan benar dalam menyampaikan sebuah informasi yang diambil dari manuskrip tersebut. Dr Musthafa as Siba’i dalam bukunya berjudul as Sunah wa Makanatuha fi al Islam (Sunnah dan Kedudukannya dalam Islam) menjelaskan beberapa contoh tentang usaha para orientalis untuk menyerang bangunan keilmuan Islam. Salah satu di antaranya, usaha seorang oriantalis yang bernama Yousef Chekt. Orientalis yang satu ini mencoba menjatuhkan kredibilitas Ibnu Al Mubarak, dengan menyebutkan bahwa Imam Muslim men-jarh (mencela) beliau dalam muqadimah Shahih Muslim. Padahal justru sebaliknya, Imam Muslim men-tsiqahkan beliau. Tulisan Imam Muslim yang berbunyi “tsiqqah” diganti dengan “baqiyyah“.

Hal yang sama dilakukan oleh Goldzier, yang mengatakan bahwa seorang periwayat Hadits yang bernama Ziyad bin Abdullah Al Bukai sebagai seorang pendusta menurut Al Waqi’. Akibatnya, Hadits yang diriwayatkan beliau tertolak. Padahal sebaliknya, dalam Tarikh Al Kabir, milik Imam Bukari, Al Waqi’ mengatakan, “Dia (Ziyad) jauh dari perbuatan dusta.”

Walhasil, jika kaum orientalis dengan gigih mengkaji karya para ulama kita, mestinya kita lebih gigih dari mereka. Kalau kita tak peduli dan membiarkan Barat menguasainya, bagaimana kita bisa mentrasfer peradaban Islam terdahulu ke zaman kini? Dan kalau mereka memberikan sebuah informasi yang dinisbatkan kepada karya seorang ulama, padahal informasi itu tidak benar, bagaimana kita bisa menunjukkan bukti, jika tulisan tangan para ulama berada di tangan mereka? Wallahu’alam bi as shawab. [Thoriq/diambil dari Majalah Suara Hidayatullah edisi April 2008/www.hidayatullah.com]

perjalana menuju hidayah islam 2


Mengenal Islam Melalui Musik Underground

Yakin adanya Allah setelah dipertemukan dengan sosok makhluk gaib

”Networks at work, keeping people calm
You know they murdered X
And tried to blame it on Islam
He turned the power to the have-nots
And then came the shot.”

Kalimat di atas merupakan penggalan bait lagu berjudul Wake Up milik Rage Against The Machine (RATM). Lagu-lagu yang dibawakan grup musik asal Los Angeles (Amerika Serikat) ini mengusung ramuan musik? punk, hip-hop, dan? trash . Penggemar ketiga aliran musik ini, terutama? punk dan? trash , mayoritas berasal dari komunitas? underground komunitas yang selalu diidentikkan mempunyai budaya yang negatif serta sedikit menyimpang dari norma-norma yang telah tertanam di masyarakat.

Terlepas dari semua stigma negatif ini, justru bagi seorang Richard Stephen Gosal, dari komunitas? underground inilah dia mulai tertarik untuk mengenal agama Islam lebih jauh. ”Saya suka sekali dengan (lagu-lagu) Rage Against The Machine. Bahkan, sampai sekarang saya menaruh respek meskipun mereka bukan orang Islam,” ungkap mualaf yang kini menggunakan nama Muhammad Thufail al-Ghifari.

Dari salah satu lagu yang dibawakan RATM, pria yang sejak remaja memang menyukai aliran musik? underground ini mengenal Malcolm X–tokoh mualaf kulit hitam Amerika Serikat yang memperjuangkan hak asasi kaum kulit hitam di negeri Paman Sam tersebut. Tidak hanya dalam lagu band RATM, nama Malcolm X juga Thufail temukan dalam lagu grup? hip-hop asal New York (AS) yang ia sukai, Public Enemy.

Rasa penasaran terhadap tokoh pejuang hak asasi manusia asal Amerika ini mendorong Thufail untuk mencari berbagai informasi mengenai kehidupan sang tokoh. ”Saya belajar banyak tentang dia. Dari Malcolm X ini kemudian saya mengenal Muhammad Ali dan Nabi Muhammad SAW,” ujarnya.

Pada saat ia masih memeluk agama Kristen Protestan, kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai pendeta kerap mendoktrinnya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah gambaran orang yang suka berperang, main perempuan, memiliki jenggot, berasal dari suku kedar (anti- christ ), menyesatkan umat manusia dengan Alquran, dan pengikutnya akan binasa di neraka.

Dari salah satu literatur mengenai Malcolm X yang dibacanya, menurut Thufail, ada satu kalimat yang diucapkan sang tokoh kepada Muhammad Ali petinju legendaris AS yang membuatnya terkesan. Ketika Muhammad Ali mengecam kaum kulit putih yang menindas yahudi dan orang kulit hitam, Malcolm justru berkata, ”Di Makkah, saya lihat orang bermata coklat, biru, hitam serta berkulit putih, hitam, dan coklat semuanya duduk bersama.”

Kalimat yang mengungkapkan kekaguman Malcolm terhadap umat Islam tersebut, membuat ia semakin tertarik dengan Islam. Meski dididik dengan ajaran Kristen Protestan yang cukup ketat, agama Islam bukanlah sesuatu yang baru bagi Thufail. ”Sejak di SMP, saya banyak bergaul dengan teman-teman yang beragama Islam. Bahkan, di antara mereka banyak yang sering menggoda saya dan mengatakan kapan saya masuk Islam,” paparnya.

Dari belajar mengenai Malcolm, hingga suatu ketika Thufail merasa jenuh dengan kehidupan yang dijalaninya sebagai seorang penganut paham ateis. Kejenuhan yang sama pernah ia alami ketika masih memeluk Kristen Protestan. Saat itu, ia masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Ketika di bangku SMP itulah ia mulai tertarik dengan buku-buku mengenai sosialisme dan komunisme.

Ajaran sosialisme dan komunisme ini di kemudian hari banyak memengaruhi pola pikir Thufail. Hingga akhirnya, saat duduk di bangku kelas 2 SMA (sekitar tahun 1999-2000–Red), ia memutuskan menjadi seorang ateis. ”Saya tidak mengimani lagi Yesus Kristus dan menganggap agama hanya membuat orang saling membunuh dan berperang.”

Tiga kali syahadat
Kejenuhan terhadap paham ateisme yang dianut Thufail, bermula dari fenomena? sweeping terhadap kelompok beraliran kiri di Tanah Air yang terjadi pada kurun waktu tahun 2000-2001 oleh kelompok Pancasilais. Ketika terjadi? sweeping itulah, ungkapnya, banyak tokoh PRD (Partai Rakyat Demokratik)–tempat Thufail pernah bergabung menjadi salah seorang anggotanya tidak bertanggung jawab terhadap penahanan simpatisan-simpatisan mereka yang berada di kelompok? underground di daerah-daerah.

”Para tokoh PRD ini menghilang, ada yang karena diculik dan ada yang bersembunyi. Di sini awal mula saya kecewa dengan yang dinamakan revolusi diri,” tukas vokalis band rock indie The Roots of Madinah ini. Rasa jenuhnya ini kemudian ia lampiaskan kepada seorang sahabatnya, sesama anak band di komunitas? underground . Walaupun memiliki pergaulan di komunitas? underground , menurut Thufail, sahabatnya ini tidak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang Muslim untuk menunaikan ibadah shalat kendati saat itu ia sedang manggung.

Kepada sahabatnya ini, Thufail mengutarakan niatnya untuk masuk Islam. Bukan dukungan yang ia peroleh, justru larangan dari sang sahabat. Pelarangan tersebut, ungkapnya, karena sahabatnya itu tidak menginginkan keputusan dirinya untuk masuk Islam lebih karena faktor emosional sesaat. Sahabatnya ini menginginkan jangan sampai begitu ia masuk Islam terus di kemudian hari memutuskan untuk murtad. ”Menurutnya, saya tidak hanya akan kehilangan dia sebagai teman, tapi teman-teman yang lain bakal? nggak suka sama saya,” ujarnya mengenang perkataan sahabatnya kala itu.

Thufail tidak lantas menyerah. Kemudian, ia menemui teman-teman lainnya dari kalangan komunitas? underground yang beragama Islam. Dengan bertempat di pinggir jalan yang berada di Kompleks Perumahan Taman Kartini, Bekasi, Thufail mengucapkan syahadat di hadapan teman-temannya ini. ”Peristiwa itu terjadi tahun 2002 dan yang menjadi saksi saya ketika itu teman-teman yang memakai baju Sepultura, Kurt Cobain, dan Metallica.”

Keputusannya untuk masuk Islam membuat kedua orang tuanya marah dan mengusirnya dari rumah. Keputusannya ini, ungkap Thufail, juga berdampak terhadap penghidupan orang tuanya. Gereja yang selama ini menjadi tempat mata pencaharian ibunya terancam ditutup begitu mengetahui ia masuk Islam. ”Sampai-sampai mama itu menyembunyikan keislaman saya dari para jemaat.”

Tinggal di jalanan, setelah diusir dari rumah, ia jalani selama tiga bulan. Beruntung Thufail bertemu dengan seorang teman lama yang menawarinya untuk menjaga rumahnya yang sedang direnovasi. Selama menjaga rumah temannya ini, tidak hanya memperoleh tempat tinggal, ia juga mendapatkan jatah makan setiap hari.

Masalah muncul ketika renovasi rumah selesai. Thufail saat itu tidak tahu akan tinggal dimana. Namun, oleh ayah temannya ini dia ditawari pekerjaan di sebuah sekolah tinggi, tempat ayah temannya ini menjabat sebagai rektor. Dengan hanya berbekal selembar CV ( curriculum vitae ), ia lalu melamar dan diterima sebagai petugas? cleaning service dengan gaji sebesar Rp 600 ribu per bulan.

Ketika bekerja sebagai petugas? cleaning service , ia berkenalan dengan Ustadz Nur Hasan yang merupakan imam Masjid Baiturahim Perumahan Taman Kartini, Bekasi. Oleh sang ustadz, ia ditanya bersyahadat di mana. ”Ketika saya jawab di pinggir jalan, beliau bilang syahadat saya tidak sah. Akhirnya, saya baca syahadat lagi di Masjid Baiturahim,” ujarnya.

Sejak bersyahadat untuk kedua kalinya ini, menurut Thufail, mulai timbul keinginan untuk belajar membaca Alquran dan pengetahuan mengenai ajaran Islam lainnya. Kemudian, ia ketemu dengan seorang ustadz yang pada saat itu juga merupakan pengurus sebuah partai politik berideologi Islam. Pelajaran pertama yang didapatkannya adalah mengenai dua kalimat syahadat. ”Ketika itu semua anggota halakah disuruh syahadat lagi sama beliau. Jadi, syahadat saya tiga kali.”

Kendati sudah membaca syahadat hingga tiga kali, Thufail tidak langsung mempercayai adanya Allah SWT sebagai sang Maha Pencipta. Dia mulai meyakini keberadaan Allah SWT, justru ketika dirinya diizinkan untuk bertemu dengan sesosok makhluk gaib untuk pertama kalinya. ”Setelah bertemu dengan sosok gaib ini, saya mulai berpikir secara logika bahwa segala sesuatu di bumi ini pasti punya dua sudut pandang, ada benar dan salah, ada hitam dan putih. Begitu juga, ada benda dan yang menciptakan benda tersebut,” paparnya.

Setelah memeluk Islam, ia mendapatkan ketenangan batin yang tidak pernah diperoleh sebelumnya. Di samping itu, ia merasa lebih optimistis dalam menjalani kehidupan dan lebih bisa mensyukuri hidupnya. ”Ketika saya menaruh hukum Allah SWT di atas segala apa pun, saya tidak takut mati, tidak takut miskin, tidak takut lapar.”

Keinginannya saat ini, menurut Thufail, adalah bagaimana ajaran Islam tidak hanya bisa dinikmatin di Masjid, tetapi juga di lingkungan komunitas? underground . Diakuinya, hingga kini memang masih belum ada ustadz yang peduli dengan komunitas? underground ini. ”Ada banyak teman saya yang? tatoan , mabuk, tapi kalau bicara Islam diinjak-injak dia sudah? nggak mau dialog. Dia pasti akan ambil parang dan ditebas orang itu,” ungkapnya.

Karena itulah, melalui musik yang disuguhkannya bersama band? rock yang dibentuknya, The Roots of Madinah, dia mau merangkul para temannya yang Muslim yang ada di komunitas? underground untuk berhijrah. Aliran musik? rock yang dikemas dalam lagu-lagu bersyair religi Islami, ia harapkan juga bisa menjadi senjata untuk menghantam balik musik-musik Yahudi.

”Saya bikin musik ini supaya? ngebalikin orang Yahudi lagi. Mereka? kan ngancurin saya waktu dulu, membuat saya keluar dari Kristen dan menjadi ateis dengan musik,” katanya menandaskan.? nidia zuraya/republika

Biodata:

Nama Lahir: Richard Stephen Gosal
Nama Muslim: Muhammad Thufail Al Ghifari
Masuk Islam: 2002
TTL: Makassar, 11 Mei 1982
Aktivitas: Vokalis band? rock The Roots of Madinah, Muslim? Rapper , anggota Komunitas Islam? Underground Kolektif Berandalan Tuhan, dan ketua Divisi Pembinaan Lembaga Muhtadin Masjid Agung Al Azhar Blok M-Jakarta.

Jumat, 21 Agustus 2009

perjalanan menuju hidayah islam 1


Felix Yanwar Siauw Dengan Islam Hidup Jadi Terarah

Masa SMP merupakan momentum titik balik bagi kehidupan seorang Felix Yanwar Siauw. Pada masa remaja itulah dalam diri Felix timbul keraguan atas agama yang telah dianutnya sejak ia kecil. Berbagai pertanyaan mengenai konsep Tuhan, pengampunan dosa, dan hakikat penciptaan manusia dalam agama Katolik muncul dalam benaknya. ”Di agama saya yang lama memang banyak hal yang tidak terjawab pada waktu itu,” ujarnya.

Sebagai contoh, ketika ia menanyakan soal trinitas dan keberadaan Yesus sebagai Tuhan kepada pastor, jawaban dari semua pertanyaaannya tersebut berakhir pada kata dogma, yakni ajaran yang sudah ada sejak dahulu dan tidak boleh dipertanyakan oleh orang-orang yang beriman kepada Yesus.

Ketika mendengar jawaban seperti itu dari sang pastor, akhirnya Felix lebih memilih untuk mundur dari agama Katolik. Keputusan untuk keluar dari agama Katolik, menurut ayah satu orang putri ini, juga dilandasi oleh kenyataan mengenai praktik-praktik keagamaan yang dilihatnya hanya sebagai sebuah ritual kosong.

”Saya melihat selama ini teman-teman saya datang ke gereja hanya untuk sebuah proklamasi kalau dia sudah punya pacar, kemudian dibawa ke gereja atau sekadar hanya untuk pamer pakaian bagus,” ungkapnya.

Ketika ia memutuskan meninggalkan agama Katolik, sejak saat itu pulalah ia tidak percaya adanya Tuhan Sang Mahapencipta. Masa-masa seperti itu ia alami hingga menjelang akhir duduk di SMP.

Begitu memasuki kelas tiga SMP, berbagai pertanyaan yang pernah ada dahulu, muncul kembali dalam benaknya. Kemudian, dia mencari jawaban dari berbagai pertanyaan tersebut ke mana-mana. Hingga kemudian, dirinya sampai pada satu kesimpulan bahwa Tuhan itu memang benar ada.

Keyakinannya bahwa Tuhan itu ada muncul setelah ia mempelajari ilmu biologi bahwa penciptaan manusia dari sperma yang tidak mempunyai akal. Dari sini ia memahami bahwa manusia itu diciptakan dari sesuatu yang amat istimewa. ”Kemudian saya kembali yakin bahwa Tuhan itu ada. Tapi, namanya siapa ini yang belum jelas,” tambah Felix.

Percaya tapi tak beragama
Meskipun meyakini bahwa Tuhan itu ada, namun hal itu tidak lantas membuat Felix memutuskan untuk memilih salah satu ajaran agama sebagai jalan hidupnya. ”Ketika saya mencari siapa sesungguhnya Tuhan itu ke Kristen Protestan, tidak dapat. Begitu juga di agama Buddha, karena tuhannya juga bersifat manusia, tidak layak untuk dijadikan Tuhan,” paparnya.

Percaya Tuhan, tapi tidak beragama, begitulah kira-kira gambaran kehidupan spiritual yang sempat dijalaninya selama kurun waktu lima tahun. Selama itu pula, ia hidup dengan bayang-bayang tiga pertanyaan besar. Yakni, setelah mati manusia mau ke mana, untuk apa manusia diciptakan di dunia, dan dari mana asal mulanya alam semesta tercipta.

Ia terus mencari jawaban dari ketiga pertanyaan besar ini. Proses pencarian itu berakhir di pertengahan tahun 2002, begitu dirinya menginjak bangku kuliah semester ketiga di Institut Pertanian Bogor (IPB). Ketika itu, dirinya memutuskan pindah tempat kos. Di tempat kos yang baru ini, ia tinggal bersama-sama dengan mahasiswa yang beragama Islam.

Suatu ketika salah seorang teman kosnya yang Muslim menyarankannya untuk menemui seorang ustadz untuk mendiskusikan tiga pertanyaan besar itu. ”Saya bilang, selama ini saya diskusi dengan ustadz sama saja. Mereka enggak ada bedanya dengan pastor, cuma mereka pintar menyembunyikan kejahatannya,” ujar Felix menanggapi saran temannya kala itu.

Temannya tidak putus asa untuk membujuk Felix agar mau bertemu dengan guru ngaji itu. Ketika ia bertemu langsung dengan sang ustadz, dirinya menemukan pandangan mengenai Islam yang sangat jauh berbeda dengan apa yang dipahaminya sebelumnya.

”Ternyata yang saya temukan dalam Islam berbeda. Saya menemukan suatu konsep yang sangat luar biasa. Di mana dia (Islam–Red) menyediakan konsep akhirat dan juga dunia. Artinya, Islam ini bisa menjawab seluruh pertanyaan saya,” ujarnya.

Dari sini kemudian dirinya tertarik untuk mempelajari Alquran lebih dalam. Salah satu ayat di dalam Alquran yang membuatnya berdecak kagum adalah surat Albaqarah ayat 2 yang menyatakan, ”Kitab ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang yang bertakwa.”

Kendati demikian, pada saat itu ia masih mengira bahwa yang menciptakan kitab suci ummat Islam ini adalah seorang manusia biasa, seperti halnya kitab suci agama yang lain. Namun, ketika sampai padanya penjelasan bahwa Alquran itu bukan buatan manusia, ia menganggap hal itu sebagai lelucon. Dia pun meminta bukti bahwa penjelasan itu benar adanya.

Keraguan tersebut kemudian terjawab melalui surat Albaqarah ayat 23 yang menjelaskan, ”Dan bila kalian tetap dalam keraguan terhadap apa yang Kami turunkan ini, datangkanlah kepada Kami satu surat yang semacam dengannya.”

Bagi dirinya surat Albaqarah ayat 23 ini merupakan sebuah segel dan tantangan terbuka buat manusia, tapi manusia tidak ada yang bisa membuat seperti itu. Dari diskusi panjang tersebut Felix merasa yakin bahwa Alquran merupakan kitab yang diturunkan dari Tuhan pencipta semesta alam, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk memilih Islam–di saat usianya baru menginjak 18 tahun–sebagai jalan hidupnya hingga kini.

Mengetahui anaknya masuk Islam, sudah pasti kedua orang tua Felix syok dan marah. Namun, kemarahan keduanya hanya ditunjukkan dalam bentuk rasa kekecewaan. ”Kalau sampai pada pengusiran memang tidak terjadi seperti yang dialami mualaf lainnya.”

Rasa kecewa tersebut ditunjukkan oleh kedua orang tuanya dengan kata-kata pedas. ”Kamu ini kemasukan setan atau jin. Kamu itu seperti mutiara yang menceburkan diri ke dalam lumpur.” Lalu saya katakan, ”Lumpurnya yamg mana dan mutiaranya yang mana.”

Namun, dengan berbagai upaya yang Felix lakukan selama tiga tahun, kini kedua orang tuanya sudah bisa menerima pilihan hidupnya itu. Meski dalam beberapa hal, baik ayah maupun ibunya, masih belum bisa menerima perbedaan tersebut. Seperti ketika putrinya yang masih berusia satu tahun mengenakan kerudung.

”Kalau anak saya dibawa ke tempat orang tua pakai kerudung, ibu saya tidak akan mau menggendongnya. Tapi, bapak saya masih mau menggendongnya,” ungkapnya.

Sementara sang ayah merasa keberatan jika cucu perempuannya itu diminta untuk memanggil Felix dengan sebutan abi. Pasalnya, menurut sang ayah, panggilan abi tersebut tidak ada kewajibannya di dalam Alquran.

Kendati begitu, ia merasakan sebuah kepuasan diri yang tidak pernah dirasakan sebelum menemukan Islam. Selain itu, dengan meyakini Islam, hidupnya menjadi lebih bermakna dan terarah.

”Merasa puas karena setiap fenomena yang saya lihat dalam hidup ini bisa dijelaskan dengan Islam. Saya juga lebih punya tujuan hidup karena saya sudah tahu dari mana asal saya, apa yang harus saya lakukan di dunia ini, dan saya mau ke mana setelah mati,” ujarnya. nidia zuraya/republika

Minggu, 16 Agustus 2009

paku dosa dan paku taubat


Mungkin kisah ini sering didengar, tapi tidak apa diangkat lagi sebagai bahan perenungan.

Alkisah ada seorang bocah yang berperangai buruk, sangat nakal, selalu iri dan dengki bahkan tidak jarang tiap hari selalu membuat sakit hati teman2nya. Suatu saat bocah tersebut dipanggil oleh ayahnya dan dinasehati atas perbuatan-perbuatan buruknya, Lalu sang ayah memberikannya sebuah palu dan sebuah kantung berisi paku

“ Nak.. mulai hari ini tugasmu menancapkan paku ini di pintu kamarmu setiap kamu berperangai buruk terhadap orang lain..”
“ satu paku untuk satu perbuatan buruk…” lanjutnya lagi

Pada hari itu didapatinya seratus paku yang dia tancapkan di pintu kamarnya, lalu dihari kedua ada delapan puluhan paku yang dia tancapkan, dan semakin hari semakin berkurang paku yang dia tancapkan, akhirnya dia merasa lelah juga harus menancapkan paku di pintu kamarnya setiap dia melakukan hal buruk terhadap orang lain.
Lalu dia memutuskan bahwa mulai hari ini dia akan berusaha menjadi anak yang baik sehingga dia tidak perlu lagi menancapkan paku-paku itu dipintu kamarnya.

Tibalah suatu hari dimana dia sudah tidak perlu lagi menancapkan paku-paku itu, dengan bangganya dia menemui ayahnya
“ Ayah… ikut aku, lihatlah pintu kamarku itu, sekarang aku sudah tidak perlu lagi menancapkan paku-paku ini ke pintu kamarku..” sambil menyerahkan kantung yang berisi sisa paku

Lalu ayahnya berkata, “ Sekarang tugas-mu adalah mencabut paku-paku yang tertancap dipintu itu, setiap kamu berbuat baik pada orang lain…, satu paku untuk satu kebaikan...”

Mulailah pada hari itu si bocah mencabut paku tersebut setiap kali dia melakukan kebaikan kepada orang lain, dan tibalah suatu hari sudah tidak ada lagi paku-paku yang harus dicabutnya, lalu diapun menemui lagi ayahnya

“ Ayah.. kini sudah tidak ada lagi paku yang harus aku cabut di pintu kamarku itu..”

Lalu ayahnya mengajaknya untuk melihat pintu itu bersama-sama,

“ anakku.. lihatlah pintu kamarmu…, walaupun sudah tidak berpaku, tapi masih meninggalkan lubang-lubang kecil bekas paku yang kau cabut..”

“ Artinya walaupun kamu sudah minta maaf dan berbuat baik terhadap orang yang pernah kamu sakiti, dan mungkin orang tersebut menerima maaf-mu, tapi luka dihati sangat sulit untuk dihilangkan, layaknya lubang bekas tancapan paku dipintu kamarmu yang sudah tidak bisa pulih seperti sedia kala..” lanjut sang ayah

Hikmah dibalik kisah ini adalah agar kita selalu menjaga lisan dan perbuatan kita agar tidak menyakiti hati orang lain, ke istiqomahan dalam akhlaq yang mulia adalah salah satu hal yang utama dalam kehidupan kita, bukankah Rasulullah SAW diutus oleh Allah tak lain untuk menyempurnakan Akhlaq manusia.

Salam...